Korupsi kita kenal sehari-hari sebagai tindakan menyalahgunakan tugas


oleh:riky rinovsky
Natuna Kepri times-Ada dua macam moral. Moral universal
adalah moral yang diakui semua orang tanpa peduli suku
apa, agama apa, atau daerah mana. Moral universal itu
adalah perilaku yang terkait dengan kesengsaraan orang
lain. Kalau perilaku seseorang itu mengurangi
kesengsaraan orang lain, dia disebut bermoral tinggi.
Sebaliknya, bila tambah menyengsarakan orang lain, dia
bermoral rendah. Moral yang lain adalah moral
kelompok. Hanya kelompok tertentu yang menganggap
suatu perilaku tertentu itu tinggi atau rendah.
Tetapi, kelompok lain tidak demikian. Misalnya, porno
yang terkait dengan tinggi rendahnya rok perempuan
atau belahan dada baju perempuan atau cara berpacaran.
Yang semacam itu kelompok tertentu menganggap bermoral
rendah, sedangkan kelompok lain bisa bukan amoral.
Itulah indikasi moral kelompok. Jelas pornografi tidak
ada hubungannya dengan kesengsaraan orang lain.
Pornografi tidak termasuk dalam kriteria moral
universal.
Korupsi
Korupsi kita kenal sehari-hari sebagai tindakan
menyalahgunakan tugas atau wewenang seseorang yang
sedang menjabat untuk kepentingan pribadinya. Jabatan
itu bisa berupa presiden, menteri, direktur Pertamina,
sekretaris, sampai pembantu rumah tangga.
Bentuk korupsi pejabat pemerintah bisa berupa sekadar
memakai uang tanpa pertanggungjawaban atau mendapatkan
uang dengan jalan merekayasa pengeluaran, termasuk
markup atau menerima sogokan dari seseorang dengan
imbalan fasilitas yang kewenangannya dia pegang.
Akibatnya, yang mestinya dilarang menjadi boleh. Yang
mestinya tidak berhak menjadi mendapat hak. Yang
mestinya ditangkap menjadi bebas.
Dampak korupsi pejabat itu sangat besar karena akan
menganulir sistem apa pun, dengan segala cara
pelaksanaan yang telah dibuat. Termasuk di dalamnya
UU, peraturan, tata tertib, dan sebagainya. Kalau
suatu sistem pemerintahan itu sudah baik, tapi kita
miskin terus, korupsilah yang membuat kita menjadi
miskin. Korupsilah yang merusak sistem karena sebagian
besar uang yang seharusnya kita pakai bersama seluruh
rakyat telah ditilap pejabat. Rakyat hanya dipakai
sebagai kedok atau alasan untuk meraup uang. Korupsi
marak dalam negara yang memuja grup-grupan,
kubu-kubuan, fraksi-fraksian (=kroni, kolusi) dalam
mengurusi masalah masalah publik, seperti institusi
atau negara. Korupsi dan KKN bisa dikatakan sebagai
master key untuk membuka kejahatan lain, kejahatan
negara, kejahatan terhadap rakyat. Biang kesengsaraan
umum.
Bila kita tidak sanggup memerangi korupsi, sebenarnya
kita percuma punya negara. Negara hanya menjadi ajang
berpesta poranya pejabat dan penjahat yang tidak
bermoral yang pasti akan berdampak pada kemiskinan
serta penderitaan rakyat. Dengan kata lain, jangan
berteriak mau memberantas korupsi kalau dalam dirinya
masih memuja kepentingan pribadi dan kelompoknya dalam
menjabat di ranah publik.
Korupsi bisa terjadi bila pejabat yang terkait memang
bermoral rendah dan institusinya tidak mengerti
perbedaan kepentingan pribadi/golongan dan kepentingan
publik di ranah publik. Kesempatan untuk korup terbuka
karena tidak ada kontrol dan sanksi/hukuman yang
ditakutinya. Tinggi rendahnya moral seseorang tidak
bisa lepas dari etika kejujuran. Para koruptor, walau
mengerti bahwa korupsi akan menyengsarakan orang lain,
berusaha merekayasa alasan untuk menutupinya. Tidak
mau jujur. Kejujuran adalah sesuatu yang sukar
mendeteksinya.
Para psikolog mengatakan, hampir tidak ada tes tentang
kejujuran. Derajat keakuratan lie detector pun amat
rendah. Karena itu, kejujuran tampaknya baru bisa
dilihat di lapangan setelah diikuti perjalanan
seseorang dalam tugasnya. Seorang teman pernah heran,
seorang pejabat tinggi negara, yang berpendidikan dan
melewati beberapa jenjang tingkat sosial, bukankah
seharusnya lebih mengerti tentang moral daripada
mereka yang kurang pendidikannya atau kurang kedudukan
sosialnya, tetapi nyatanya tidak demikian. Tidak
sedikit pejabat tinggi yang korup merugikan orang
lain, menyengsarakan rakyat. Moralnya rendah. Rupanya,
untuk bisa menjadi pejabat, tidak perlu punya moral
yang tinggi (!). Atau, pendidikan moral kita di rumah
dan di sekolah yang salah arah (!?)
Kesempatan
Kalau ada barang berharga tergeletak, bisa dimaklumi
jika seseorang akan mudah tergoda untuk mencuri atau
korupsi. Apalagi moralnya memang rendah. Tetapi, kalau
moralnya tinggi, dia tidak akan mengambilnya karena
merasa tidak berhak. Sebaliknya, yang moralnya rendah,
uang dalam lemari terkunci pun dengan
mengendap-ngendap dia berusaha mencurinya. Di negara
kita sudah umum orang mengatakan ada kantor atau
departemen basah dan ada pula yang gersang. Yang basah
selalu dicari banyak orang. Itu tentu berbau adanya
kesempatan korupsi. Istilah basah dan kering
menggantikan istilah korup besar-besaran dan korup
yang sedikit. Kita dibiasakan untuk menerima perilaku
korup dengan istilah basah dan kering! Seolah-olah
wajar. Tragis!
Masalah kesempatan korupsi mengingatkan saya pada
pendapat Alan Greenspan saat menjabat Direktur Federal
Reserve USA. Pada saat anggaran negara menjadi positif
di era Presiden Clinton, Clinton berniat
menginvestasikan dalam bentuk perusahaan. Greenspan
langsung mengatakan bahwa pemerintah jangan sebagai
pelaku perusahaan, jangan buat perusahaan negara, itu
akan menjadi sarang korupsi, kolusi, dan prioritas.
Saya jadi maklum mengapa di Indonesia penuh koruptor.
Karena di Indonesia banyak perusahaan negara,
pemerintah masuk dalam eksekutif perusahaan. Karena
itu, beberapa perusahaan negara terkenal basah, tempat
korupsi. Pengelolaan secara profesional tentu sudah
termasuk pengawalan terhadap harta perusahaan. Banyak
konsultan yang benar-benar andal yang bisa menyehatkan
perusahaan. Jasa mereka bisa dipakai.
Masalah Publik dan Personal
Korupsi adalah masalah publik. Memakan uang rakyat,
menyengsarakan rakyat. Korupsi bukan urusan personal.
Karena itu, kasus korupsi harus dilakukan di depan
umum, pelaku korupsi adalah musuh rakyat. Tidak bisa
dimungkiri, negara ini harus memopulerkan apa yang
disebut masalah publik dan masalah personal sebagai
landasan berpikir bangsa. Semua pejabat publik harus
maklum kalau dia dibayar untuk bekerja bagi
kepentingan publik, bukan personal. Masalah publik dan
ranah publik yang disulap jadi ranah personal adalah
penyalahgunaan fatal yang bisa menghancurkan negara.
Di negara kita, korupsi sudah membudaya. Artinya, kita
harus bekerja berat, mengubah budaya. Bisa? Bisa! Asal
dilakukan dengan tersistem, konsisten, dan pimpinan
yang profesional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cikunggunya menyerang warga natuna

Turis Kunjungi Sejumlah Wisata Anambas

Avatar yg dapat menguasai ke-4 elemen & membawa 'keseimbangan' dunia