Money Politik

opini Oleh : riky rinovsky

Natuna Kepri Times - Menjelang Pemilu 9 April mendatang, seorang Caleg (Calon Legislatif) dari partai A bergerilya mendatangi warga di Desa Batubi bunguran Tengah Natuna. “Pak dan Bu, ini sekedar tali asih dari saya,” ucap Cleg partai A, “Semoga dapat membantu kebutuhan Bapak dan Ibu sehari-hari. Tetapi ingat, besok pas Pemilu harus memilih saya lho.”

“Iya, Pak,” jawab warga.

“Jangan hanya ‘iya’! Tetapi harus bilang, ‘Saya berjanji dan bersumpah akan memilih Bapak’,” sergah sang Caleg.

“Iya, Pak, saya berjanji akan memilih Bapak pada Pemilu nanti.”

Setelah menyerahkan “sumbangan” kepada warga, sang caleg pun berlalu. Dan sebagai rakyat kecil, uang itu amat berharga bagi mereka. Sebab, tanpa perlu bersusah payah bekerja mereka telah mendapatkan uang meski hanya 50 ribu rupiah.
“Alhamdulillah,” ucap warga desa.

Keesokan hari, datanglah caleg lain dari partai B. Ia pun memberi setiap warga uang dengan besaran yang sama seperti caleg sebelumnya, yakni 75 ribu rupiah. Begitu seterusnya hingga selama satu minggu.

Minggu itu tampaknya menjadi minggu penuh berkah bagi warga Desa batubi. Selama tujuh hari berturut-turut, para Caleg dari beberapa partai silih berganti bergerilya di desa tersebut. Ujung-ujungnya adalah sama, yakni memberi “sumbangan” materi baik berupa uang maupun barang kepada warga, dan sebagai konsekuensinya (imbal balik atau balas budi) dalam Pemilu yang akan datang mereka pun harus memilih caleg tersebut. Inikah yang disebut money politics? Wallahu a’lam.

Hari H Pemilu pun tiba. Semua warga berduyun-duyun ke TPS setempat. Pukul 12.00 WIB TPS sudah tutup, maka dimulailah proses penghitungan suara. Syahdan dan aneh binti ajaib, ternyata di TPS tersebut tidak ada satu pun surat suara yang sah. Seluruh surat suara dinyatakan tidak sah, karena ada tujuh contrengan di setiap lembar surat suara.

Usut punya usut, ternyata warga desa bermaksud memenuhi janji dan sumpah mereka pada tujuh caleg yang telah memberi mereka uang. Mereka teringat ucapan Pak Ustadz bahwa janji adalah hutang. Karena itu, dicontrenglah nama ketujuh caleg tersebut. Sehingga jadinya, seluruh surat suara tidak sah dan para caleg pun geram karena mereka gagal mewujudkan obsesi-atau ambisi- untuk duduk di kursi DPRD DPD dan DPR RI . Mereka justru terduduk di kursi pesakitan, karena ratusan juta hutang mereka di bank tidak terbayar. (riky)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cikunggunya menyerang warga natuna

Turis Kunjungi Sejumlah Wisata Anambas

Avatar yg dapat menguasai ke-4 elemen & membawa 'keseimbangan' dunia