Realisasi Program RTLH Hanya 6 Persen

 Realisasi Program RTLH Hanya 6 Persen

RANAI- Program pembangunan  Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sebanyak 675 unit yang dijadwalkan rampung akhir tahun ini, ternyata dalam prakteknya baru 43 unit yang terealisasi atau 6 persen. Diduga penyebabnya, karena proses pelaksanaannya ditemui banyak kendala.
Sholeh Ariyanto
Liputan Natuna

Kendala tersebut misalnya, molornya penyerahan persyaratan administrasi penerima bantuan. Dimana pada pentunjuk teknis (Juknis) disebutkan bahwa penerima bantuan RTLH harus memiliki tanah sendiri dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat tanah. Kemudian, penerima bantuan harus memiliki KTP atau surat keterangan berdomisli.

Sementara kenyataan di lapangan, banyak si penerima bantuan yang tidak memiliki KTP dan tidak memiliki tanah sendiri. Hal itu disebabkan,  penerima bantuan sudah lanjut usia, sehingga meski KTP nya sudah mati atau KTP nya hilang enggan untuk mengurus kembali.

Seperti yang dikemukakan Kepala Bidang Kesejahteraan Sosial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Natuna, Sabam Ambatua, kendala pelaksanaan pembangunan RTLH juga disebabkan pengurusan kepemilikan buku rekening di bank untuk masing-masing penerima bantuan prosesnya cukup lama.  Itu karena persyaratan untuk membuka rekening banyak yang tidak tahu.

" Bagaimana tidak lama, tanda tangan di formulir tidak sama dengan tanda tangan di KTP aslinya. Mungkin ini karena faktor usia. Dan ini merupakan salah satu proses yang memakan waktu lama," ujar Sabam kepada wartawan saat ditemui di kantornya, Selasa (13/12).

Kendala berikutnya, kata dia, setelah menerima buku rekening, sesuai juknis pencairan bantuan secara bertahap yakni empat kali. Sehingga pihak Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) yang ditunjuk sebagai pihak yang mencairkan uang, mengaku tidak sanggup membuatkan kwitansi sebanyak 675 lembar selama empat kali proses pencairan.

" BPKD hanya bisa membuatkan kwitansi satu kali pencairan, yakni Rp20 juta sekali cair. Tetapi sesuai juknis dana itu harus dicairkan empat kali pencairan, dengan satu

kali pencairan Rp4 juta," tuturnya.

Selanjutnya, kata dia, berhubung BPKD hanya bisa mencairkan dana  satu kali cair, maka Dinsos harus kembali mengurus administrasi atau perjanjian baru dengan penerima bantuan yang disaksikan pihak bank. Dimana setiap satu kali pencairan, warga harus mendapatkan rekomendasi dari Dinsos. Aturan ini, lanjut Sabam, untuk meminimalisir penyalahgunaan dana bantuan oleh warga.

" Prosesnya tidak sampai disitu saja, setelah proses pencairan berlangsung, pengerjaan RTLH di wilayah Ranai dan sekitarnya sempat terhambat setelah pihak Polres Natuna marak melakukan penangkapan kayu. Dan, ini membuat masyarakat ketakutan, apa lagi bahan material rumah yang dibuat hampir 50 persen lebih terbuat dari kayu," paparnya.

Kemudian selama proses pencairan, Dinsos sempat mengeluarkan SK sampai tiga kali. SK ini adalah bukti bahwa warga yang menerima bantuan RTLH sudah bisa
melaksanakan pembangunan RTLH. SK pertama, kata Sabam, diterbitkan bulan Juni 2011 dengan jumlah 100 KK.  SK kedua diterbitkan Juli 2011 dengan jumlah
443 KK. Dan, SK ketiga diterbitkan November 2011 sebanyak 132 KK.

Akan tetapi, bagi warga yang sudah dipastikan mendapatkan bantuan RTLH tahun ini, ada sebagian yang sudah membangun rumah RTLH sebelum dana dicairkan.

Hal ini dibenarkan oleh Dinsos dengan catatan nilai pembangunan rumah tidak lebih dari Rp.20 juta.
Dan warga yang membangun lebih dulu itu, mendapatkan dana dari sponsor atau warga mampu yang memiliki dana lebih untuk mendanai pembangunan rumah.

Setelah selesai dana yang dicairkan akan diserahkan kepada pihak sponsor.

" Bagaimana dengan ukuran rumah, kami sengaja tidak membuat ukuran pasti, tetapi kami hanya menyarankan supaya warga bisa membuat rumah dengan ukuran

6x6 meter per segi. Hal ini mengingat harga kebutuhan bahan material setiap daerah cukup berbeda, sehingga jika kita menetapkan ukuran bangunan rumah, dikhawatirkan dana tersebut tidak cukup. Apa lagi dari hasil perencanaan pihak konsultan rumah berukuran 6x6 dibangun secara semi permanen membutuhkan biaya diatas Rp30 juta," jelasnya.

Selama tahun 2011, program pembangunan RTLH di Kabupaten Natuna sangat membantu warga khususnya warga kurang mampu seperti janda jompo. Dan tahun ini bantuan RTLH yang dikucurkan melalui APBD Natuna tahun 2011 sebanyak 225 unit. Dan bantuan dari APBD Provinsi sebanyak 450 unit. Jumlah bantuan RTLH tersebut oleh pihak Dinsos dibagikan kepada warga di 12 kecamatan.

" Data si penerima bantuan itu dari hasil rekomendasi pihak desa dan kecamatan setempat. Tanpa data dari mereka kita tidak berani memberikan bantuan RTLH,"  kata Sabam.

Dijelaskan Sabam, masing kecamatan seperti kecamatan Bunguran Timur mendapat jatah 91 unit, Kecamatan Bunguran Selatan 34 unit, kecamatan Bunguran

Tengah 25 unit, kecamatan Bunguran Timur Laut 63 unit, Kecamatan Bunguran Barat 99 unit, kecamatan Bunguran Utara 64 unit, kecamatan Pulau Tiga 80 unit,

Kecamatan Pulau Laut 26 unit, Kecamatan Midai 50 unit, Serasan 41 unit, Serasan Timur 38 unit dan Kecamatan Subi 64 unit. Ditambahkan Sabam, untuk 43 unit RTLH tersebut adalah pembangunan yang sudah selesai 100 persen. Sedangkan sisanya masih berkisar 50-75 persen. "

Sisanya masih tahap pengerjaan, ditargetkan akhir tahun ini selesai 100 persen," pungkasnya.(leh)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cikunggunya menyerang warga natuna

Turis Kunjungi Sejumlah Wisata Anambas

Avatar yg dapat menguasai ke-4 elemen & membawa 'keseimbangan' dunia